Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Featured Posts

Minggu, 05 Mei 2013

Informasi Kalimantan Selatan

Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletah di pulau Kalimantan. Kalimantan Selatan beribu kota di Banjarmasin. Jika dilihat sekilas dari peta, maka provinsi ini berada di tengah-tengah Indonesia.

Secara geografis Kalimantan Selatan berada pada sebelah tenggara pulau Kalimantan. Memiliki kawasan dataran rendah yang lumayan panas di bagian barat, dataran tinggi (Sebagian besar dibentuk oleh Pegunungan Meratus) yang cukup dingin di bagian tengah, dan daerah pantai di bagian timur.


Kalimantan Selatan terdiri dari 2 kotamadya (Banjarbaru dan Banjarmasin) serta 11 kabupaten ( Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, Tabalong, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru)

Secara garis besar, penduduk Kalimantan Selatan terbagi atas 3 kelompok besar
  1. Suku Banjar
  2. Suku Dayak
  3. Suku pendatang (Jawa, Bugis, Madura, dll)
Meski terdapat perbedaan pada masing-masing kelompok, tetapi disini jarang ditemukan konflik-konflik yang mengatas namakan suku-suku (Seperti konflik Dayak-Madura di Provinsi tetangga).

Bahasa sehari-hari yang digunakan di provinsi Kalimantan Selatan adalah bahasa Banjar. Bahkan suku-suku lain selain suku Banjar pun biasanya terpaksa menggunakan bahasa Banjar dalam pergaulan sehari-hari (Setidaknya semua orang di Kalimantan Selatan memahami basic bahasa banjar). Pergaulan anak muda disini pun masih didominasi bahasa banjar (artinya bahasa gaul seperti Lo gue nggak terlalu dipergunakan).

Berdasarkan dialog saya dengan beberapa orang pendatang (luar Kalimantan Selatan), dapat disimpulkan bahwa beberapa karakter yang di miliki sebagian besar orang-orang Kalimantan selatan terutama orang banjar.
  1. Perkataan agak kasar (lebih kasar daripada suku jawa, tapi lebih lembut daripada orang sumatera dan Sulawesi)
  2. Keras kepala (maunya menang sendiri)
  3. Gengsian dan mengagungkan harga diri , jadi biasanya orang Banjar tidak terlalu suka menjadi buruh (buruh biasanya dipegang suku pendatang)
  4. Tak terlalu loyal terhadap pemimpin
  5. Mudah bergaul
  6. Kurang fleksibel terhadap sesuatu yang baru (terbukti dengan jarangnya ditemukan bahasa-bahasa gaul yang dipergunakan oleh anak-anak banjar)
  7. Dan lainnya
Karakter-karakter yang disebutkan tersebut bukan untuk merendahkan orang-orang banjar. Ini hanya sebagai pemberitahuan agar orang-orang yang baru datang supaya kagak kaget ketika berkunjung ke provinsi Kalimantan Selatan.


Adapun tempat Wisata di Kalimantan Selatan Antara Lain:

Banjarmasin
  1.     Komplek Makam Sultan Suriansyah
  2.     Komplek Makam Pangeran Antasari
  3.     Masjid Sultan Suriansyah
  4.     Pasar Terapung Muara Kuin
  5.     Festival Nanang dan Galuh Banjar
  6.     Museum Wasaka
  7.     Kubah Surgi Mufti
  8.     Kubah Basirih
  9.     Makam Ratu Zaleha

Banjarbaru


  1.     Museum Lambung Mangkurat
  2.     Pendulangan Intan Cempaka

Banjar

  •     Mesjid Agung Al Karomah Martapura
  •     Pusat Penjualan Batu Permata Cahaya Bumi Selamat Martapura
  •     Pasar Terapung Lok Baintan
  •     Makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary Kelampaian
  •     Taman Hutan Raya Sultan Adam Mandiangin
  •     Lembah Kahung
  •     Rumah Bubungan Tinggi Teluk Selong Ulu di Teluk Selong Ulu, Martapura Barat, Banjar
  •     Rumah Gajah Baliku Teluk Selong Ulu di Teluk Selong, Martapura, Banjar.
  •     Rumah Balai Bini Desa Teluk Selong Ulu di desa Teluk Selong Ulu, Martapura, Banjar.
  •     Rumah Palimbangan Desa Pasayangan di Pasayangan, Martapura, Banjar.
  •     Makam Datu Ambulung di Martapura, Banjar.
  •     Masjid Jami Sungai Batang di Martapura, Banjar
  •     Monumen ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Gambut, Banjar
  •     Makam Sultan Adam di Kelurahan Jawa Martapura, Banjar
  •     Makam Sultan Inayatullah di Kampung Keraton Martapura, Banjar
  •     Makam Sultan Sulaiman Saidullah di Desa Lihung, Karang Intan, Banjar


Barito Kuala

  1.     Jembatan Barito
  2.     Jembatan Rumpiang
  3.     Pulau Kembang
  4.     Pulau Kaget
  5.     Makam Haji Japeri
  6.     Makam Panglima Wangkang di Marabahan, Barito Kuala
  7.     Rumah Bulat (Rumah Joglo Desa Penghulu) di desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala
  8.     Rumah Gajah Baliku Desa Penghulu
  9.     Makam Datuk Aminin

Hulu Sungai Selatan
  1.     Loksado (Wisata Alam Pegunungan dan Arung Jeram Balanting Paring (Bamboo Rafting), Balian)
  2.     Masjid Su'ada di Wasah Hilir
  3.     Benteng Gunung Madang di Sei Madang
  4.     Makam Haji Saadudin di Taniran
  5.     Makam Datu Patinggi Mandapai
  6.     Makam Tumpang Talu
  7.     Gedung Musyawaratutthalibin di Simpur
  8.     Rumah Bubungan Tinggi Desa Tibung di Kandangan
  9.     Rumah Bubungan Tinggi Desa Baruh Kambang di Negara, Daha Selatan
  10.     Rumah Bubungan Tinggi Desa Habirau di Daha Selatan
  11.     Rumah Perjuangan di Karang Jawa, Kandangan
  12.     Rumah Perjuangan di Durian Rabung
  13.     Rumah Bersejarah di Simpur
  14.     Monumen 17 Mei di Ni'ih
  15.     Tanuhi (Kolam Renang dan Pemandian Air Panas Alami)

Hulu Sungai Tengah

  1.     Wisata Pagat
  2.     Pemandian Air Panas Hantakan
  3.     Gua Liang Hadangan
  4.     Canting Langit
  5.     Wisata Lok Laga Haruyan
  6.     Masjid Keramat Pelajau
  7.     Makam 23 Pejuang
  8.     Makam Pangeran Kacil
  9.     Makam Tumenggung Jayapati
  10.     Maulid Nabi Muhammad
  11.     Taman Makam Pahlawan Pagat
  12.     Taman Makam Pahlawan Birayang

Hulu Sungai Utara
  1.     Candi Agung Amuntai di Paliwara
  2.     Masjid Jami Sungai Banar
  3.     Masjid Jami Assuhada
  4.     Masjid Basar Pandulangan

Tapin
  1.     Goa Batu Hapu
  2.     Candi Laras di Kecamatan Candi Laras Selatan
  3.     Masjid Al-Mukarromah di Banua Halat Kiri, Tapin
  4.     Makam Datu Sanggul di Tatakan
  5.     Masjid Gadung Keramat
  6.     Rumah Bubungan Tinggi Desa Lawahan

Kotabaru

  1.     Gunung Bamega
  2.     Makam Ratu Intan di Bakau, Pamukan Utara, Kotabaru
  3.     Kompleks Makam Raja-raja Kotabaru di Pulau Laut Utara

Tanah Laut

  1.     Gunung Kayangan
  2.     Pantai Takisung
  3.     Pantai Swarangan
  4.     Pantai Batakan
  5.     Benteng Tabanio
  6.     Makam Keramat Istana
  7.     Makam Datu Ingsat

Tanah Bumbu

  1.     Makam Syekh Haji Muhammad Arsyad
  2.     Makam Pangeran Agung

Tabalong

  1.     Masjid Pusaka dan Makam Penghulu Rasyid di Banua Lawas
  2.     Makam Gusti Buasan di Tabalong
  3.     Masjid Jami Puain Kanan di Tanta
  4.     Goa Babi di Desa Randu, Muara Uya
  5.     Makam Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari di Kelua
sumber teropongku.com

Jumat, 15 Maret 2013

Sosial Budaya Provinsi Kalimantan Barat

Melihat sosial budaya Kalimantan Barat, kita bagaikan melihat mosaik yang berdenyut dinamis. Bayangkan saja, jika terdapat 164 bahasa daerah, 152 diantaranya bahasa adalah bahasa Subsuku Dayak dan 12 sisanya bahasa Subsuku Melayu. Aneka ragam bahasa ini dituturkan oleh sedikitnya 20 suku atau etnis, tiga di antaranya suku asli dan 17 sisanya suku pendatang. Sejumlah adat istiadat masih lestari di sana, terutama ketika berlangsung acara melahirkan, peringatan tujuh bulan jabang bayi di kandungan, kematian, menanam padi, panen, pengobatan, anisiasi, mangkok merah. Dalam kaitan itu, nilai-nilai budaya seperti: Semangat gotong royong, religiuslitas, kejujuran, toleransi, keadilan sosial, perdamaian, kompetisi, kritis, dan ksatria masih tetap di pelihara di tengah-tengah masyarakat.

Dalam mengembangkan sektor ekonominya, Kalimantan Barat cukup gigih berjuang. Beda halnya di sektor kepariwisataan. Salah satu kelemahan turisme di provinsi ini adalah kurangnya saran dan prasarana pariwisata. Tentu saja ini amat sangat disayangkan. Potensi ke arah lain, sesungguhnya sangat besar, mengingat Kalimantan Barat bersebelahan persis dengan luar negeri. Karena turisme kurang populer, maka penduduk setempat kurang aware dengan industri satu ini. Inilah kelemahan kedua industri turisme di Kalimantan Barat. Kondisi ini, jauh berbeda dengan keadaan Yogyakarta atau Bali, dimana penduduknya sadar betul bahwa mereka bisa mengais devisa yang sangat besar dari dunia pariwisata. Ke depan, menjadi tugas pemerintah lokal mengeksplorasi potensi-potensi wisata di provinsi ini, misalnya dengan mengembangkan sarana jalan dan tempat-tempat penginapan di sekitar Danau Sentarum hingga danau ini bisa menjadi sekaliber Danau Toba di Sumatera Utara.

Senin, 30 Januari 2012

RUMAH ADAT DAN BUDAYA DAYAK YANG HAMPIR TERSINGKIRKAN

Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).
Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.
Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.
Rumah Betang
Rumah Betang
Tetapi pada masa sekarang pun banyak orang luar (bahkan orang Indonesia sendiri) beranggapan bahwa suku Dayak adalah suku yang tertutup, individual, kasar dan biadab. Sebenarnya hal ini merupakan suatu kebohongan besar yang diciptakan oleh para colonial Belanda waktu masa perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk memecah belah persatuan dan kesatuan terutama di antara suku Dayak sendiri yang pada saat itu menjunjung tinggi budaya rumah Betang. Dan kebohongan tersebut masih dianggap benar sampai sekarang oleh mereka yang tidak mengenal benar orang Dayak. Sebagai contoh, tulisan karya orang Belanda bernama J. Lameijn yang berjudul Matahari Terbit, dimana tulisan tersebut sangat merendahkan martabat masyarakat Dayak. Bagian tulisan itu sebagai berikut.
…. Setelah habis pertcakapan itu, cukuplah pengetahuan saya tentang orang Dayak. Sebelum itu saya sudah tahu, bahwa orang Dayak itu amat kasar dan biadab tabiatnya. Kalau tiada terpaksa, tiadalah saja berani berjalan sendiri ditanahnya, karena tentulah saja akan kembali tiada berkepala lagi”.
Citra buruk masyarakat Dayak di perparah lagi dengan timbulnya kerusuhan-kerusuhan etnis yang terjadi di Kalimantan yang di ekspos besar-besaran hingga keluar negeri (terutama melalui media internet) tanpa memandang sebab sebenarnya dari kerusuhan tersebut hanya memandang berdasarkan pembantaian massal yang terjadi, seperti kerusuhan di Kalimantan Barat (Sambas) dan Kalimantan Tengah (Sampit dan Palangkaraya). Saya sendiri berada di kota Sampit saat kerusuhan pertama kali pecah tanggal 18 Februari 2001 dan 2 hari kemudian saya berada di Palangkaraya, saat itu saya masih kelas 3 SMP. Berdasarkan pandangan saya atas kerusuhan etnis di Sampit dan Palangkaraya, dimana disini saya tidak berpihak pada suku manapun tapi saya lebih melihat berdasarkan fakta yang ada di lapangan selama saya tinggal di Sampit dari saya kecil hingga saat pecahnya konflik Sampit. Kerusuhan tersebut bukanlah akibat adanya tokoh-tokoh intelektual yang ingin mengacaukan keadaan atau perasaan cemburu suku Dayak karena etnis tertentu lebih berhasil dalam mencari nafkah di Kalimantan, tetapi lebih kepada terlukanya perasaan masyarakat Dayak yang dipendam selama bertahun-tahun akibat tidak di hargainya budaya Betang yang mereka miliki oleh etnis tertentu, hingga perihnya luka tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh masyarakat Dayak dan akhirnya mengakibatkan pecahnya konflik berdarah tersebut. Seharusnya etnis tertentu tersebut lebih memahami pepatah “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, bukannya bersikap arogan dan ingin menang sendiri serta tidak menghargai budaya lokal (budaya rumah Betang yang menjunjung nilai kebersamaan, persamaan hak, saling menghormati, dan tenggang rasa ).
Kini, rumah betang yang menjadi hunian orang Dayak berangsur-angsur menghilang di Kalimantan. Kalaupun masih bisa ditemukan penghuninya tidak lagi menjadikannya sebagai rumah utama, tempat keluarga bernaung, tumbuh dan berbagi cerita bersama komunitas. Rumah Betang tinggal menjadi kenangan bagi sebagian besar orang Dayak. Di beberapa tempat yang terpencar, rumah Betang dipertahankan sebagai tempat untuk para wisatawan. Sebut saja, misalnya di Palangkaraya terdapat sebuah rumah Betang yang dibangun pada tahun 1990-an tetapi lebih terlihat sebagai monumen yang tidak dihuni. Generasi muda dari orang Dayak sekarang tidak lagi hidup dan dibesarkan di rumah Betang (termasuk saya sendiri). Rumah Betang konon hanya bisa ditemukan di pelosok, pedalaman Kalimantan tanpa mengetahui persis lokasinya. Pernyataan tersebut tentu saja mengisyaratkan bahwa rumah Betang hanya tinggal cerita dari tradisi yang berasosiasi dengan keterbelakangan dan ketertinggalan dari gaya hidup modern.
Dan sekarang, dalam menghadapi kehidupan modern yang sangat individualis, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, materi dan penuh kemunafikan, masihkan budaya rumah Betang menjadi tatanan hidup bersama di Kalimantan ataukah budaya ini akan ikut menghilang seperti menghilangnya bangunan rumah Betang di Kalimantan. Apapun jawabannya hanya kita orang Kalimantan yang dapat menentukannya !

Tari Tradisional Kalimantan Barat


Tari Jepin Lembut Sambas
Tari Jepin Lembut adalah tari tradisional Melayu yang berasal dan berkembang di Kalimantan Barat. Tari ini ditampilkan oleh dua orang laki-laki penari dengan iringan musik perkusi dan lantunan syair-syair Islami. Alat musik yang digunakan adalah gambus, gendang, dan ketipung, yang dimainkan dengan irama padang pasir. Syair-syair Islami yang dilantunkan berisi puji-pujian kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan kewajiban atau larangan menurut ajaran Islam.

1. Asal-usul

Tari Jepin[1] merupakan salah satu dari lima kesenian yang hingga saat ini masih sering dipentaskan oleh masyarakat Kalimantan Barat. Keempat kesenian lainnya adalah Tanjidor, Tari Dayak, Tari Sambas, dan Barongsai (http://www.sambas.go.id).
Tari Jepin dapat dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu Jepin tradisional dan Jepin modern (kreasi baru). Tari Jepin tradisional sendiri masih dapat dibagi lagi menjadi empat jenis, yaitu Jepin Massal, Jepin Tali, Jepin Tembung, dan Jepin Langkah atau Lembut. Sementara itu, Jepin kreasi modern memiliki kreasi yang sangat beragam (A. Muin Ikram, 1989/1990; Tim Depdikbud Kalbar, 1988/1989).
Tari Jepin Lembut adalah tari tradisional Melayu yang berasal dari daerah Sambas dan berkembang di daerah Kalimantan Barat. Tari ini ditampilkan oleh dua orang laki-laki penari dengan iringan musik perkusi dan lantunan syair-syair Islami. Alat musik yang digunakan adalah gambus, gendang, dan ketipung yang dimainkan dengan irama padang pasir. Syair-syair Islami yang dilantunkan berisi puji-pujian kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan kewajiban atau larangan menurut ajaran Islam. (Ikram, 1989/1990; Tim Depdikbud Kalbar, 1988/1989).
Masyarakat Kalimantan Barat percaya bahwa tari Jepin Lembut berasal dan berkembang di Kerajaan Sambas. Tari ini muncul setelah Kerajaan Sambas memperoleh pengaruh dari ajaran Islam dan berubah menjadi Kesultanan Sambas. Pada saat itu, tari Jepin Lembut berfungsi sebagai media dakwah, yaitu untuk mengislamkan keluarga Kerajaan Sambas. Pada mulanya, tari ini hanya dimainkan oleh keluarga kerajaan untuk menyemarakkan acara-acara seperti pernikahan, khitanan, atau upacara potong rambut pada saat kelahiran anak. Namun, tari ini lambat laun mulai dipentaskan oleh masyarakat umum seiring penyebaran Islam yang semakin luas (Ikram, 1989/1990).
Syair-syair Islami yang mengiringi pementasan tari Jepin Lembut merupakan bagian penting dalam koreografi tari secara keseluruhan. Dengan adanya syair-syair tersebut, tari Jepin Lembut tidak hanya berfungsi sebagai seni hiburan semata-mata, melainkan juga melaksanakan fungsi sebagai media pendidikan agama Islam bagi masyarakat. Hingga sekarang, kedua fungsi ini masih tetap dilaksanakan walaupun tari Jepin Lembut sudah jarang dipentaskan karena kalah bersaing dengan acara-acara televisi.

2. Penari dan Busana Tari

Tari Jepin Lembut ditarikan oleh dua orang laki-laki. Penari Jepin Lembut biasanya memakai busana khusus yang terdiri dari tiga unsur, yaitu baju teluk belanga yang terbuat dari kain satin atau kain yang mengkilat, kain tenun Sambas yang dipakai hingga lutut, dan kopiah berwarna hitam.

3. Musik Pengiring

Tari Jepin Lembut diiringi oleh musik yang dihasilkan dari tiga jenis alat musik, yaitu sebuah gambus, dua buah ketipung (beruas), dan sebuah gendang panjang.[2] Ketiga alat musik ini dimainkan oleh tiga orang pemain musik tanpa henti, sejak awal hingga selesainya seluruh gerakan tari. Dengan demikian, tari Jepin Lembut hanya membutuhkan lima orang pemain, yaitu dua orang penari dan tiga orang pemain musik sekaligus pelantun syair.
Gambus terbuat dari kayu leban. Panjangnya lebih kurang 80 cm. Permukaannya ditutup dengan kulit kambing atau lembu dan mempunyai enam tali (senar) bernada diatonis. Ketipung (beruas) dibuat dari kayu tak berbubuk yang dilubangi dengan diameter 20 cm dan panjang 20 cm serta ditutup dengan kulit kambing atau lembu. Adapun gendang panjang bentuknya hampir mirip dengan ketipung, tetapi panjangnya hanya 60 cm dan diameternya 20 cm (Ikram, 1989/1990).

4. Ragam Gerak

Tangan dan kaki merupakan anggota badan yang paling banyak bergerak ketika tari Jepin Lembut dipentaskan. Secara umum, tari Jepin Lembut terdiri dari tiga gerakan, yaitu berdiri, membungkuk, dan jongkok. Posisi berdiri mencakup gerakan saat akan memulai tari yang dilanjutkan dengan langkah maju mundur. Posisi membungkuk adalah saat melangkah maju yang dilanjutkan dengan gerakan serong kiri dan kanan lalu mundur dan berbalik. Posisi jongkok mencakup gerakan tahtim (penutup) yang dilakukan pada saat tarian akan selesai.
Ada tari Jepin yang terdiri dari empat, lima, atau sembilan ragam gerakan. Jumlah tersebut terkadang dapat berkurang atau bahkan lebih. Hal itu tergantung pada tujuan dan waktu pementasan. Adapun untuk tari Jepin Lembut hanya terdapat empat ragam gerakan, yaitu nyiur melambai, mandayung, simpul pakis (simpul paku), dan tahtim.
a. Gerakan Nyiur Melambai
  • Gerakan pertama
  1. Hitungan ke-1, kaki kanan melangkah ke depan sambil serong ke kanan. Tangan kiri diayun lurus ke depan dan tangan kanan lurus ke belakang sejajar bahu. Posisi jari mengepal dan mengentak serta posisi kaki menjinjit.
  2. Hitungan ke-2, kaki kiri menapak sementara kaki kanan mengikuti tangan kiri diayun ke belakang. Tangan kanan diayun ke depan dengan posisi jari mengepal dan mengentak.
  3. Hitungan ke-3, mengulang kembali gerakan seperti pada hitungan ke-1 dan ke-2. Gerakan ini terus diulangi hingga hitungan ke-8.
  • Gerakan kedua
  1. Hitungan ke-1, kaki kiri menapak sambil tangan kanan diayun ke depan sementara posisi jari mengepal sambil mengentak.
  2. Hitungan ke-2, kaki kanan melangkah mundur dengan agak serong ke kiri. Tangan kanan berada di samping badan selanjutnya ditarik ke belakang kurang lebih 25 derajat. Badan serong ke kiri kira-kira 45 derajat dan tangan kiri diayun ke depan badan dan diangkat kira-kira 45 derajat.
  3. Hitungan ke-3, kaki kiri menjinjit arah 45 derajat.
  4. Hitungan ke-4, kaki kiri dientak ke depan.
  5. Hitungan ke-5, mengulang kembali gerakan seperti pada hitungan ke-1-4. Gerakan ini terus diulang hingga hitungan ke-8.
b. Gerakan Gerak Mendayung
  • Gerakan pertama
  1. Hitungan ke-1, kaki kanan melangkah sambil serong ke kanan dan tangan kanan berada di depan.
  2. Hitungan ke-2, kaki kanan melangkah dengan sedikit serong ke kanan dan tangan kiri berada di depan.
  3. Hitungan ke-3, gerakan sama seperti hitungan ke-1.
  4. Hitungan ke-4, kaki kanan menjinjit dan mengentak tanah atau lantai. Tangan diangkat sejajar dengan bahu sambil jari mengepal dan disentak.
  5. Hitungan ke-5, kaki kanan menapak sementara tangan kanan di depan dan tangan kiri ke belakang badan.
  6. Hitungan ke-6, kaki kiri melangkah mundur ke arah kanan sambil badan menghadap samping dan tangan kanan diayun ke depan sementara tangan kiri diayun di depan dada.
  7. Hitungan ke-7, kaki kanan melangkah di tempat sementara tangan kanan di samping badan dan tangan kiri di depan dada.
  8. Hitungan ke-8, kaki kiri berdiri di atas tumit sementara tangan kanan tetap di samping badan. Selanjutnya tangan kiri disentak ke belakang sambil diikuti badan dan kepala.
  • Gerakan kedua mengulang gerakan pertama dari hitungan ke-1-8 dengan badan menghadap ke depan.
  • Gerakan ketiga mengulang gerakan pertama dari hitungan ke-1-8 dengan badan menghadap ke belakang.
  • Gerakan keempat mengulang gerakan kedua dan ketiga sekali lagi
  • Gerakan kelima mengulang gerakan pertama dan kedua menghadap ke depan.
c. Gerakan Simpul Pakis
  • Gerakan pertama
  1. Hitungan ke-1, kaki kanan melangkah dengan sedikit serong ke kanan sementara tangan kiri di depan dan tangan kanan di belakang.
  2. Hitungan ke-2, kaki kiri melangkah ke depan kaki kanan selanjutnya badan diputar menghadap ke belakang diiringi tangan kanan dan kiri sambil mengepal. Kemudian kaki kanan berputar di tempat disusul dengan entakan dari pergelangan tangan.
  3. Hitungan ke-3, kaki kanan menapak sementara kaki kiri menjinjit. Tangan kiri diayun ke depan sambil memiringkan badan.
  4. Hitungan ke-4, kaki kiri menapak sementara kaki kanan berdiri di atas tumit. Tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang. Badan dicondongkan ke depan sambil pergelangan tangan mengentak.
  5. Hitungan ke-5, mengulang gerakan pada hitungan ke-3.
  6. Hitungan ke-6, menyentuhkan ujung jari kaki kiri ke tanah atau lantai (posisi telapak berdiri) sementara tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang.
  7. Hitungan ke-7, kaki kiri menapak sementara tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang.
  8. Hitungan ke-8, kaki kanan melangkah ke samping sejajar dengan kaki kiri sementara kedua tangan berada di samping badan.
  • Gerakan kedua
  1. Hitungan ke-1, kaki kiri melangkah ke samping kiri sementara kaki kanan digerakkan ke belakang dengan ujung ibu jari menyentuh tanah atau lantai (posisi telapak kaki berdiri) dan tangan kiri didorong ke samping kiri.
  2. Hitungan ke-2, kaki kiri menapak sementara kaki kanan menjinjit. Tangan kiri mengikuti badan dengan diayun ke kiri dan tangan kanan diayun ke kanan badan.
  3. Hitungan ke-3, badan digoyang ke kanan sementara kaki menjinjit. Tangan kanan mengikuti arah badan kanan dan tangan kiri ke arah badan kiri.
  4. Hitungan ke-4, badan digoyang ke kiri sementara kaki kanan menjinjit. Tangan kiri diayun ke kiri badan dan tangan kanan ke kanan badan.
  5. Hitungan ke-5, badan digoyang ke kanan sementara kaki kiri menjinjit. Tangan kanan diayun ke arah kanan badan dan tangan kiri ke arah kiri badan.
  6. Hitungan ke-6, kaki kanan menapak sementara kaki kiri menjinjit. Tangan kanan diayun ke sisi kanan badan dan tangan kiri ke sisi kiri.
  7. Hitungan ke-7, kaki kiri menapak sementara kaki kanan menjinjit. Tangan kiri diayun ke sisi kiri badan dan tangan kanan ke sisi kanan.
  8. Hitungan ke-8, kaki kanan menapak sementara kaki kiri menjinjit. Tangan kanan diayun ke sisi kanan badan dan tangan kiri ke sisi kiri.
  • Gerakan ketiga  
  1. Hitungan ke-1, kaki kiri melangkah dengan sedikit serong ke kiri, sementara tangan kanan di depan dan tangan kiri di belakang badan.
  2. Hitungan ke-2, kaki kanan melangkah dengan sedikit serong kiri, sementara kaki kiri menjinjit. Tangan kiri diayun ke depan dan tangan kanan ke belakang badan.
  3. Hitungan ke-3, kaki kiri menapak sementara kaki kanan berdiri di atas tumit. Tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang badan.
  4. Hitungan ke-4, kaki kiri berdiri di atas tumit sementara kaki kanan menapak. Tangan kiri diayun ke depan dan tangan kanan ke belakang badan.
  5. Hitungan ke-5, mengulang gerakan pada hitungan ke-3 dan ke-4.
  6. Hitungan ke-6, sama dengan hitungan ke-5.
  7. Hitungan ke-7, ujung jari kaki kiri disentuhkan ke tanah atau lantai, sementara tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang.
  8. Hitungan ke-8, kaki kiri menapak sementara tangan kanan diayun ke depan dan tangan kiri ke belakang.
  • Gerakan keempat mengulangi gerakan a, b, dan c. Namun, jika pada hitungan ke-1 gerakan pertama kaki kanan melangkah dengan sedikit serong ke kanan, maka pada gerakan keempat ini gerakan pada hitungan tersebut diganti serong ke kiri.
  • Gerakan kelima adalah salam penutup (tahtim), yaitu mengulangi gerakan Nyiur Melambai yang bagian kedua.

5. Proses Pementasan Tari

Proses pementasan tari Jepin Lembut secara sepintas tampak sederhana. Namun, dalam prakteknya ternyata sulit. Secara umum, terdapat enam tahap pementasan tari Jepin Lembut, yaitu:
  • Penari maju ke depan menghadap penonton dengan posisi berdiri.
  • Gambus mulai dipetik dengan nada intro terlebih dahulu.
  • Ketipung dan gendang mulai dibunyikan.
  • Setelah musik pengiring berbunyi, penari masuk ke panggung dan memberi hormat dengan menundukkan kepala.
  • Penari mulai menari sesuai dengan gerakan dalam ragam gerak dengan iringan musik tanpa henti.
  • Setelah semua gerakan tari diperagakan, tari Jepin Lembut diakhiri dengan gerakan tahtim (penutup). Setelah itu, penari berdiri seperti pada saat memulai tari, lalu memberi hormat kepada penonton dan meninggalkan pangggung. 
6. Nilai-nilai
Pementasan tari Jepin Lembut mengandung beberapa nilai budaya yang diyakini oleh masyarakat Sambas. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut.
  • Pendidikan agama. Nilai ini jelas sekali terlihat dari syair-syair Islami yang disenandungkan untuk mengiringi gerakan tari. Syair-syair yang berisi tentang puji-pujian terhadap kebesaran Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, kewajiban dan larangan dalam ajaran Islam, dan lain-lain, bertujuan mendidik masyarakat agar selalu mengingat dan mengamalkan ajaran agama. Hal ini juga selaras dengan tujuan awal dari lahirnya tari Jepin Lembut yang memang ditujukan untuk membantu penyebaran agama Islam melalui kesenian.
  • Hiburan. Tari Jepin Lembut menampilkan gerakan yang indah dan alunan musik yang gembira. Dengan menonton pementasan tari Jepin Lembut, masyarakat Kalimantan Barat akan merasa terhibur dan sejenak melupakan masalah-masalah yang dihadapi serta dapat meringankan beban meskipun tidak menyelesaikannya.
  • Pelestarian budaya. Tari Jepin Lembut merupakan tari tradisional yang keberadaaannya hampir punah. Oleh karena itu, pementasan tari Jepin Lembut secara berkala, bahkan dijadikan pentas tahunan jika memang dimungkinkan, tentu saja dapat melestarikan kreasi budaya ini.
  • Seni. Sisi seni tari Jepin Lembut timbul dari adanya unsur gerak, musik, pakaian, musik pengiring, dan syair-syair yang dilantunkan. Unsur-unsur ini bersatu padu sehingga membentuk sebuah harmoni indah yang terwujud dalam pentas tari Jepin Lembut. Unsur-unsur seni pula yang membuat tari Jepin Lembut menyenangkan dan menarik untuk ditonton.
  • Olahraga. Nilai ini tampak sekali dari gerakan-gerakan tari Jepin Lembut yang memerlukan kesiapan fisik penarinya. Kekuatan, ketahanan, dan kelenturan tubuh penari sangat diperlukan untuk melakukan ragam gerak tari Jepin Lembut yang rinci dan penuh semangat. Keringat terkadang mengucur deras dari tubuh penarinya.

7. Penutup

Provinsi Kalimantan Barat dan tari Jepin Lembut adalah dua identitas yang menarik. Keduanya saling melengkapi dan mengisi. Tari Jepin Lembut, melalui syair-syair Islami yang mengiringi pementasannya, merupakan salah satu media dakwah yang mengingatkan pemilik dan penikmatnya pada kebesaran Tuhan. Fungsi didaktis yang ditampilkan secara menghibur ini menjadikan tari Jepin Lembut harus dijaga agar tetap lestari.
(Yusuf Efendi (bdy/27/05-10)

Referensi

A. Muin Ikram, 1989/1990. Deskripsi tari Jepin daerah Kalimantan Barat. Kalimantan Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian.
Tim Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Bidang Kesenian, 1988/1989. Pembinaan tari tradisional Jepin di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat dan upaya pembinaannya. Makalah temu karya festival tari tradisional tingkat nasional tahun 1988.
Iswara N. Raditya, 2009. Kesultanan Sambas [online]. Terdapat di http://melayuonline.com. (Diunduh tanggal 13 Mei 2010).
Pemerintah Kabupaten Sambas, 2010. Ragam informasi [online]. Terdapat di http://www.sambas.go.id. (Diunduh tanggal 13 Mei 2010).
Pemerintah Kabupaten Sambas, 2010. Tari Jepin [online]. Terdapat di http://www.sambas.go.id. (Diunduh tanggal 13 Mei 2010).

Tari-tarian Dayak

Tari Beliatn yang bermaksud mengusir penyakit yang diganggu oleh roh – roh jahat. Beliatan terdiri dari bermacam jenis antara lain : Beliatn Bawo, Beliatn Sentiu, Kenyong, Beliatn Nalitn Tautn, Beliatn Ngeragaq, Beliatn Banyukng, Beliatn Melas Anak, dan lain – lain. Acara adat tersebut dilaksanakan jika ada warga yang sakit di Kampung.
tari beliatn
Tari Hudoq terdiri atas Hudoq (topeng kayu) ditambah dengan aksesoris sebagai kelengkapan dan seluruh tubuh si penari dibungkus dengan daun pisang (tutul Hudoq). Hudoq dilakukan setelah menugal (menanam padi) dengan tujuan untuk mengusir roh jahat yang dikawatirkan akan mengganggu tanaman padi seperti datangnya hama padi serta berbagai gangguan lainya baik oleh binatang maupun alam. Tari Hudoq biasanya dilaksanakan dalam bentuk upacara adat (ritual) melalui beberapa tahapan yang bersifat sakral dengan puncak upacara adat adalah Ngawit pada hari terakhir. Disamping sebagai upacara adat, sekarang dapat juga dilaksanakan sebagai atraksi yang di pagelarkan pada acara tertentu.
tari hudoq
tari dayak
sumber kubarkab.go.id dan rozy.web.id

Tarian Khas Kalimantan Pulau Kalimantan ter

Pulau Kalimantan ternyata memiliki berbagai macam tradisi, adat-istiadat, kesenian, tari-tarian dan berbagai macam ritual yang melekat dan erat dengan kehidupan masyarakat sehari-harinya. Semua kegiatan tersebut akan mengundang decak kagum bagi orang-orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini. Tidak heran banyak juga orang asing yang melancong ke sana untuk sekedar berlibur atau yang menetap untuk sementara waktu melakukan penelitian atau observasi tentang kehidupan masyarakat sehari-hari.

Salah satu tari-tarian yang cukup dikenal adalah tari manasai. Tari ini merupakan tari yang melambangkan kegembiraan. Tari ini biasanya juga diadakan untuk menyambut tamu-tamu pemerintahan yang ke sana. Intinya tarian “selamat datang” untuk tamu-tamu yang berkunjung ke Kalimantan. Tari ini juga biasanya dipentaskan pada acara festival budaya Isen Mulang yaitu acara tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan dibantu oleh dinas pariwisata dan dinas-dinas yang terkait, tujuannya adalah menarik minat wisatawan untuk berkunjung serta memperkenalkan dan melestarikan budaya daerah sehingga masyarakat luar juga mengetahui budaya dari daerah lain. Hal tersebut akan memperkaya budaya nasional bangsa kita.

Tari manasai selain dipentaskan pada festival budaya jug dapat ditemuai pada keseharian kehidupan masyarakatnya. Dalam acara pernikahan adat, misalnya. Tari manasai biasanya digemari oleh kalangan muda sampai kalangan tua. Penari biasanya mengelilingi beberapa guci ukuran besar yang di lingkari dengan kain bahalai. Para penari akan menari dengan gemah gemulai mengelilingi guci-guci tersebut selama beberapa putaran dengan di iringi lagu karungut. Penari akan berhenti sampai lagu karungut yang di putar selesai. Sambil menari biasanya ada satu orang yang memberi segelas “baram” (minuman memabukkan di Kalimantan) kepada setiap penari. Tentunya kepada yang tidak terbiasa minuman ini akan menimbulkan pusing kepala dan dapat mabuk olehnya.

Perlengkapan tari manasai biasanya baju adat, bahalai (selendang), kain yang diikatkan mengelilingi kepala kemudian di sisipi Bulu Burung Tingang (Bulu Burung Engrang). Kesemua itu sebagai pelengkap dalam tari manasai. Kesemua itu memiliki arti tersendiri bagi yang mengerti terutama para tetua adat, namun saya tidak begitu mengerti akan arti-arti dari semua perlengkapan yang dikenankan walaupun saya tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga dayak. Ini kurangnya kesadaran sebagai generasi muda untuk belajar dan menggali lebih lagi tentang kebudayaannya sendiri termasuk saya orangnya.

Namun walaupun begitu tidak semua pemuda dan pemudi yang tidak peduli akan hal tersebut. Buktinya masih banyak sanggar-sanggar tari bermunculan dan banyak yang hendak belajar tentang tari-tarian daerah. Ini menandakan bahwa masih ada yang peduli akan potensi-potensi yang ada di daerah dan perlu dikembangkan lagi agar tidak sampai hilang di telan arus zaman modernisasi. Menurut saya keduanya harus berjalan beriringan. Artinya sambil menjaga warisan nenek moyang dulu, kita juga tidak menutup mata akan hadirnya era teknologi dan informasi yang ada sekarang. Bahkan kita dapat memanfaatkan arus teknologi dan informasi untuk menunjang pengembangan kesenian yang ada di daerah-daerah. Jangan sampai kesenian daerah tenggelam karena modernisasi, hal tersebut yang justru terbalik dan salah. Ini kembali lagi kepada generasi mudanya bagaimana kita dapat menjaga warisan nenek moyang dulu sehingga dari generasi ke generasi hal tersebut tetap ada dan dapat kita lihat sampai sekarang bahkan masa-masa yang akan datang.

Rumah Adat Kalimantan Timur

 

Rumah Adat Kalimantan Timur
Sejarah dan Perkembangan Rumah Adat Banjar


Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45º.

Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.

Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596 – 1620.

Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini mempunyai konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan.

Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.

Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar.

Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.

Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain.

Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan.

Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasanemas dan perak. sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa

Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti-Gusti dan Anang.

Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba.

Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung.

Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan cirikhas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar.

Rumah Adat Banjar di Kalteng dan Kaltim


Kemudian bentuk bangunan rumah ba-anjung ini tidak saja menyebar di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga menyebar sampai-sampai ke daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sekalipun bentuk rumah-rumah yang ditemui di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur mempunyai ukuran yang sedikit berbeda dengan rumah Ba-anjung di daerah Banjar, namun bentuk bangunan pokok merupakan ciri khas bangunan rumah adat Banjar tetap kelihatan.

Di Kalimantan Tengah bentuk rumah ba-anjung ini dapat dijumpai di daerah Kotawaringin Barat, yaitu di Pangkalan Bun, Kotawaringin Lama dan Kumai.

Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar ke daerah Kotawaringin ialah melalui berdirinya Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan dari wilayah Kerajaan Banjar ketika diperintah oleh Sultan Musta’inbillah yang memerintah sejak tahun 1650 sampai 1672, kemudian ia digantikan oleh Sultan Inayatullah.

Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar sampai ke daerah Kalimantan Timur disebabkan oleh banyaknya penduduk daerah Banjar yang merantau ke daerah ini, yang kemudian mendirikan tempat tinggalnya dengan bentuk bangunan rumah ba-anjung sebagaimana bentuk rumah di tempat asalmereka.

Demikianlah pada akhirnya bangunan rumah adat Banjar atau rumah adat ba-anjung ini menyebar kemana-mana, tidak saja di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Jenis-jenis Rumah Adat Banjar


    * Bubungan Tinggi Rumah Bubungan Tinggi
    * Gajah Baliku
    * Gajah Manyusu
    * Balai Laki
    * Balai Bini
    * Palimbangan
    * Palimasan (Rumah Gajah)
    * Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)
    * Tadah Alas
    * Lanting
    * Joglo Gudang
    * Bangun Gudang

Kondisi Rumah Adat Banjar


Akan tetapi sekarang dapat dikatakan bahwa rumah ba-anjung atau rumah Bubungan Tinggi yang merupakan arsitektur klasik Banjar itu tidak banyak dibuat lagi.

Sejak tahun 1930-an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat tinggal mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah mode nampaknya telah menjadi pertimbangan yang membuat para penduduk tidak mau membangun lagi rumah-rumah mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera jaman.

Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang.

Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang mempunyai gaya rumah adat ba-anjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930.

Untuk daerah Kalimantan Selatan masih dapat dijumpai beberapa rumah adat Banjar yang sudah sangat tua umurnya seperti di Desa Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut (Kota Banjarmasin), Desa Teluk Selong, Desa Dalam Pagar (Martapura), Desa Tibung, Desa Gambah (Kandangan), Desa Birayang (Barabai), dan di Negara.

Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi rusak sama sekali. yang amat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah

Pemerintah sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun tidak jarang anggotakeluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut karena alasan-alasan tertentu , seperti malu atau gengsi. Karena merasa dianggap tidak mampu merawat rumahnya sendiri.

Bagaimanapun keadaan rumah-rumah tersebut, dari sisa-sisa yang masih bisa dijumpai dapat dibayangkan bagaimana artistiknya bangunan tersebut yang penuh dengan berbagai ornamen menarik.
Filsafat Rumah Adat Banjar

Pemisahan jenis dan bentuk rumah Banjar sesuai dengan filsafat dan religi yang bersumber pada kepercayaan Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu alam atas dan alam bawah.

Rumah Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos
dalam makrokosmos yang besar.

Penghuni seakan-akan tinggal di bagian dunia tengah yang diapit oleh dunia atas dan dunia bawah.

Di rumah mereka hidup dalam keluarga besar, sedang kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jata (suami dan isteri).